PORTALNUSAINA.COM,BULA-Tangis dan amarah meledak di hadapan aparat penegak hukum di Polres Seram Bagian Timur (SBT). Tiara kakak dari korban persetubuhan tak mampu menahan kekecewaan atas penanganan kasus adiknya siswi salah satu SMP di kabupaten tersebut yang diduga di setubuhi oleh gurunya sendiri.
Ia menyebut, keluarga sudah menyerahkan pelaku secara utuh ke kepolisian sejak awal September 2025. Namun belakangan, keluarga dikejutkan oleh kabar bahwa pelaku justru telah berpindah ke Geser, Kecamatan Seram Timur.
“Pelaku kami serahkan dalam keadaan utuh. Bahkan bapak saya yang anaknya dicabuli pun tidak memukul dia,” ujarnya saat menyampaikan protes kepada pihak kepolisian. “Tapi sekarang saya dengar dia ada di Geser. Kenapa bisa begitu? Apa yang kalian sembunyikan?”
Keluarga korban menduga ada kejanggalan dalam proses hukum kasus ini. Sebab, sejak pelaku diserahkan pada 6 September 2025, tidak ada kejelasan hukum yang diterima oleh pihak keluarga.
“Kasusnya seperti hilang. Polisi tidak memberi kepastian. Kami khawatir, jika dia lari, siapa yang bertanggung jawab?”
Pelecehan di Lingkungan Pendidikan
Menurut informasi yang dihimpun media ini, dugaan kekerasan seksual terjadi di lingkungan sekolah. Pelaku adalah guru korban di salah satu SMP negeri di Kabupaten Seram Bagian Timur. Dugaan kekerasan seksual ini memperkuat kekhawatiran akan lemahnya pengawasan di institusi pendidikan, terutama di daerah-daerah yang minim kontrol eksternal.
Kondisi ini diperparah dengan tidak ada keterangan resmi dari Kepolisian setempat terhadap keluarga korban terhadap perkembangan penanganan kasus ini.
Kondisi ini membuat keluarga korban semakin kehilangan kepercayaan terhadap aparat penegak hukum. “Kalau tahu begini, lebih baik kami bawa dia ke masyarakat dan serahkan ke hukum adat daripada kalian lepas seenaknya,” ujar sang kakak.
Kepercayaan yang Retak
Kemarahan keluarga bukan hanya soal dugaan kelalaian, tetapi juga tentang penderitaan psikis yang mereka tanggung. Ayah korban disebut mengalami tekanan berat dan gangguan kesehatan akibat kasus ini.
“Kalian lihat ini adalah bapaknya. Badannya tidak seperti ini dulu. Dia jadi sekurus ini karena memikirkan anaknya yang dicabuli oleh gurunya sendiri,” lanjut sang kakak.
Salah satu pernyataan paling menggelitik disampaikan di akhir sesi curahan hati itu, menyiratkan sinisme mendalam terhadap sistem hukum:
“Jadi kesimpulannya, jadilah pelaku pemerkosaan. Setelah memperkosa, pura-pura gila lalu dilepaskan oleh pihak kepolisian.”
Potret Buram Penegakan Hukum
Kasus ini menambah deret panjang dugaan lambannya penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak di wilayah timur Indonesia. Laporan Komnas Perlindungan Anak dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa banyak kasus serupa berakhir tanpa kejelasan hukum, terutama di daerah terpencil dengan minimnya pengawasan dan media.
Pakar hukum pidana dari Universitas Pattimura, Ambon menyebutkan bahwa dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak, proses penanganan harus cepat dan transparan. “Jika benar pelaku telah dipindahkan tanpa proses hukum yang jelas, ini bentuk pembiaran. Polisi wajib menjelaskan kenapa dan bagaimana,” ujarnya.
Keluarga korban kini mendesak atensi serius dari Kapolri dan Komnas HAM. Mereka berharap, kasus ini tidak menjadi satu dari sekian banyak yang ditelan oleh sistem hukum yang gagal melindungi korban, apalagi anak di bawah umur.